Bolehkah menerapkan punishment alias hukuman dalam pendidikan menurut Islam?
Ternyata boleh, Ayah Bunda.
Dalam pendidikan Islam dikenal istilah ta’dzir, yaitu hukuman yang tidak ada ketentuan dari Allah dalam syariah, yang dimaksudkan sebagai “efek kejut” dalam rangkaian perbaikan dan pembenahan dalam pendidikan.
Namun, bukan berarti bentuk hukuman yang diberikan pendidik (baik orangtua maupun guru) dapat semaunya sesuka emosi hati lho ya. Ada rambu-rambu yang hendaknya diingat dan diikuti oleh pendidik dalam memberikan jenis-jenis hukuman ini.
Dalam bukunya Tarbiyatul Aulad, DR. Abdullah Nashih Ulwan telah merangkum beberapa panduan terkait pemberian ta’dzir ini, yaitu:
1. Berinteraksi dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.
2. Memperhatikan karakter anak yang bersalah sebagai dasar pemberlakuan hukuman.
3. Mengadakan terapi bertahap, dari yang ringan ke yang lebih berat.
Selain itu, cara-cara yang dapat ditempuh dalam upaya pembenahan kekeliruan anak yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah:
1. Memberi pengarahan
2. Berlaku dengan lemah lembut
3. Menggunakan isyarat (ungkapan-ungkapan nasihat yang tersirat)
4. Menggunakan kecaman (di saat yang tepat)
5. Memberlakukan Time-out atau Boikot (misal, dengan tidak berbicara pada anak untuk waktu tertentu, mengurangi kegiatan anak, mengurangi jumlah uang jajan, dan sebagainya yang relevan dengan kesalahan atau kekeliruan anak)
6. Memberlakukan pukulan
7. Memberlakukan hukuman yang membuat anak lain ikut ‘takut’ melakukan kelasalah yang serupa (biasanya ini adalah untuk kesalahan-kesalahan pelanggaran syariat, seperti berzina, dan sebagainya).
Khusus untuk ta’dzir yang berupa pemukulan, rambu-rambu yang mesti ditaati oleh para pendidik antara lain:
1. Tidak boleh langsung memberlakukan pemukulan sebelum memberlakukan seluruh cara pembenahan yang lain.
2. Tidak boleh memukul di saat kemarahan pendidik sedang memuncak, karena khawatir akan membahayakan anak.
3. Pemukulan tidak boleh dilakukan di bagian yang membahayakan, seperti wajah, dada, dan perut.
4. Pemukulan pertama harus dilakukan dengan pelan dan tidak menyakitkan, serta dengan cara yang tidak keras, dan dilakukan dalam batas maksimal 3 kali untuk anak yang belum baligh, dan boleh hingga maksimal 10 kali bila anak sudah baligh dan pendidik merasa tidak cukup dengna 3 kali pukulan.
5. Tidak boleh memukul anak yang berusia di bawah 10 tahun.
6. Tidak boleh memukul anak yang baru pertama kali melakukan kesalahan.
7. Pemukulan harus dilakukan sendiri oleh pendidik, tidak boleh didelegasikan pada orang lain, agar tidak terjadi dendam ataupun permusuhan.
Secara keseluruhan, ta’dzir/punishment/hukuman selama pendidikan dalam Islam dimaksudkan bukan untuk menyakiti dan menjatuhkan harga diri anak, apalagi untuk menyalurkan emosi pendidiknya., melainkan adalah sebagai salah satu upaya perbaikan atau pembenahan kekeliruan yang dilakukan anak didik.
“Siapa yang mendidik dengan keras dan memaksa terhadap siapapun, niscaya paksaan itu hanya akan membuat anak didik tertekan jiwanya, lalu menghilangkan semangat hingga si anak malas, suka berdusta, dan bertindak keji, karena takut akan pukulan dan paksaan. Ia juga akan biasa menipu dan berkhianat, yang akan menjadi kebiasaan dan akhlaknya. Lalu rusaklah nilai-nilai kemanusiaannya.” – Ibnu Khaldun
Jangan lupa untuk turut menyertakan metode pendidikan targhib, yaitu bentuk-bentuk apresiasi terhadap anak yang berupa penghargaan secara verbal, pemberian hadiah, atau yang lain.
Dengan begitu, insyaAllah pendidikan yang kita selenggarakan menjadi seimbang antara menumbuhkan kecintaan anak pada kegiatan belajar, dengan upaya memperbaiki kekeliruan anak tanpa menjatuhkan atau mencederai harga dirinya dan merusak akhlaknya.
Selamat mendampingi pendidikan anak-anak kita ya, Ayah Bunda. 🙂
Posted by Umama Umi